JawaPos.com – Pilkada DKI Jakarta 2017 sudah berlalu dan pemenangnya telah memimpin Ibu Kota Jakarta. Akan tetapi, tiba-tiba Partai Demokrat bersuara tentang masa lalu yang dilewati dengan kekalahan oleh kandidatnya yang ketika itu mengusung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) – Sylviana Murni.

Rabu malam (3/1) hingga Kamis (4/1) dini hari petinggi partai belambangkan bintang mercy itu menggelar ’emergency meeting’ di Kantor DPP. Dari rapat yang dipimpin Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hanca Panjaitan, DPP Partai Demokrat mengeluarkan pernyataan atas perlakuan tidak adil yang kerap kali dialami kadernya.

Pernyataan yang sampaikan Hinca Panjaitan itu diketahui oleh sang Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Adapun isinya, 3 bentuk perlakuan tidak adil dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh penguasa di Pilkada Jakarta 2017, Persiapan Pilkada Papua 2018, dan Kalimantan Timur (Kaltim) 2018.

Pada Pilkada Jakarta 2017 lalu, kata Hinca, Partai Demokrat mempertanyakan mengenai proses penyidikan yang diarahkan kepada Sylviana Murni. Kala itu tengah berpasangan dengan AHY.

“Waktu itu terpaksa harus menggerus citra pasangan ini dan pada akhirnya ujungnya tidak diketahui juga kapan berakhirnya dan mulainya,” kata Hanca.

Akibat kasus hukum yang disebut-sebut menyeret Sylviana Murni itu membuat elektabilitas AHY di Pilkada Jakarta jadi hancur. Pada waktu yang tidak jauh berbeda Ketua Umum Partai Demokrat SBY dibombardir dengan teror dan fitnah yang tak mendasar.

Di antaranya, kasus penyerangan rumah SBY di Kuningan Jakarta Selatan, nyanyian Antasari Azhar, sampai tuduhan pendanaan aksi 411 dan 212. “Padahal faktanya tidak mendasar,” ungkapnya

Hinca melanjutkan, alih-alih belajar dari kesalahan pada tahun lalu, rupanya kejadian itu kembali terulang di Pilkada Kaltim 2018. Di Pilkada Kaltim 2018, Partai Demokrat telah sepakat mengusung Syahrie Jaang dan Wali kota Balikpapan Rizal Effendi sebagai calon gubernur dan wakil gubernur.

Tiba-tiba Syahrie kabarnya telah dihubungi sebanyak 8 kali oleh partai tertentu untuk dipaksa memilih Kapolda Kaltim Irjen Saffarudin sebagai cawagub pendampingnya. Jika Syahrie menolak, maka akan ada proses hukum yang akan diangkat. “Tentu secara etika politik tidak baik kalau sudah berjalan,” tuturnya.

Kondisi yang tidak jauh beda juga terjadi di Pilkada Papua 2018. Sang petahana sekaligus Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Papua Lucas Enembe berniat untuk maju kedua kalinya.

Namun sekitar Oktober 2017 lalu, Lukas dipaksa untuk menerima wakil yang bukan atas keinginanya dan kemudian didesak untuk menandatangani untuk memenangkan partai tertentu.

“Tindakan itu dirasakan sewenang-wenang oleh partai kami, akhirnya Demokrat membentuk tim pencari fakta,” pungkasnya.

Oleh karena itu, untuk menanggapi tiga bentuk perlakuan tidak adil tersebut, Partai Demokrat berharap Presiden dapat turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan yang tengah dihadapi partai besutan SBY itu. Sehingga ke depannya, bangsa Indonesia dapat bersama-sama menjaga Demokrasi kearah yang lebih baik lagi.

“Proses yang tidak fair ini, yang dilakukan oleh yang kami sebutkan tadi agar Pilkada yang tinggal di depan mata bisa berjalan baik dan menyenangkan kita semua,” tandasnya.

(ce1/aim/JPC)

 

SUMBER : https://www.jawapos.com/read/2018/01/04/179219/pasca-ahy-tumbang-di-pilkada-dki-partai-demokrat-tiba-tiba-bersuara