Pada tanggal 27 Januari ini, Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia menggantikan Jenderal (Pol) Idham Aziz yang akan segera purnatugas.

Pergantian Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) memang selalu menjadi sorotan karena dalam jabatan Kapolri terkandung tugas penting dan strategis yang tidak hanya menentukan masa depan keamanan nasional, tetapi juga mewarnai arah penegakan hukum dan penguatan kualitas demokrasi di Tanah Air.

Sebelumnya, saya berkesempatan silaturahmi langsung dengan Komjen Listyo Sigit yang saat itu masih menjabat Kabareskrim Polri pada Senin (18/1/2021) di DPP Partai Demokrat, sebelum proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) oleh DPR sebagai calon tunggal Kapolri. Dalam diskusi yang hangat dan terbuka, ada sejumlah hal yang kami bicarakan terkait Langkah strategis ke depan.

Tantangan ke depan

Kita paham, saat ini dan ke depan akan ada banyak tantangan besar yang harus diurai dan diselesaikan oleh Kapolri baru. Pada saat yang sama, Kapolri baru juga akan menghadapi tingginya tuntutan dan harapan publik.

Tentu hal itu tidak lepas dari dinamika sosial-politik belakangan ini, saat polarisasi di tengah masyarakat seolah menempatkan Polri pada posisi yang harus menjawab kecurigaan sebagian kalangan tentang tudingan penegakan hukum yang ‘tebang pilih’, berpihak, sarat politisasi, atau bahkan kriminalisasi.

Semua itu bisa dijawab dengan pembuktian dan kerja nyata. Dengan rekam jejak kinerja, prestasi, dan capaian yang baik dari Kapolri baru, wajar jika masyarakat juga menaruh harapan tinggi akan hadirnya keadilan untuk semua, ‘Kapolri untuk semua’.

Dalam diskusi itu, saya menyampaikan setidaknya tujuh hal pokok yang saya serap dari aspirasi masyarakat dari berbagai elemen dan belahan Nusantara belakangan ini.

Pertama, kepemimpinan baru di tubuh Polri diharapkan mampu menjaga arah penegakan hukum di Indonesia agar benar-benar semakin independen, netral, dan imparsial. Dalam konteks ini, profesionalitas, independensi, dan integritas Polri dalam upaya menghadirkan keadilan di tengah masyarakat akan menentukan bagaimana sikap rakyat terhadap institusi yang dilahirkannya.

Jika komitmen untuk menghadirkan keadilan untuk semua itu dibuktikan dengan usaha nyata, Polri akan semakin dihormati dan dicintai rakyatnya.

Kedua, Polri juga perlu terus menjaga profesionalitasnya dalam menghadapi kian menguatnya arus intoleransi dan konservatisme keberagamaan yang belakangan kian masuk ke ranah politik dan kekuasaan.

Hal itu membuka peluang eksploitasi politik identitas yang belakangan ini semakin mempertajam polarisasi dan pembelahan sosial hingga meningkatnya ancaman konflik horizontal di tengah masyarakat. Ke depan, kita harus bersinergi untuk mencegah setiap potensi benturan antarindentitas yang muncul.

Jangan ada lagi situasi yang membenturkan ‘Islam versus Nasionalis’, ‘Pancasila versus Agama’, yang semua itu justru melukai spirit demokrasi dan kebangsaan kita.

Belajar dari apa yang terjadi pada polarisasi politik di masyarakat Amerika Serikat dewasa ini, wajar jika masyarakat Indonesia berharap agar Polri mampu mengantisipasi dan menetralisasi setiap potensi ancaman integrasi serta kemunduran demokrasi.

Ketiga, sebagaimana UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI, ditegaskan bahwa fungsi kepolisian meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Karena itu, langkah-langkah preventif dan komunikatif perlu diutamakan di atas pilihan langkah represif, apalagi saat menghadapi anak bangsa sendiri, seperti saudara sebangsa kita di Papua.

Yakinlah bahwa rakyat mendukung Polri untuk merawat fondasi persatuan dan kesatuan bangsa dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai dan prinsip demokrasi serta hak asasi manusia (HAM).

Keempat, Polri juga harus terus meningkatkan profesionalitasnya dalam menghadapi kejahatan luar biasa (extraordinary crimes), seperti radikalisme dan terorisme, korupsi, peredaran narkoba yang semakin tidak mudah dikendalikan, dan perdagangan ilegal sejumlah komoditas barang yang merusak pasar dalam negeri.

Semua ini penting diperhatikan karena keamanan nasional akan berimplikasi langsung terhadap arah pertumbuhan ekonomi nasional.

Kelima, Kapolri baru perlu memberikan perhatian lebih pada aspek keamanan cyber-space dan ruang digital. Di ruang maya, makin banyak terungkap praktik kejahatan siber laiknya pembobolan akun serta identitas pribadi dan lembaga untuk disalahgunakan.

Praktik semacam ini berpotensi terus berkembang. Sementara ruang digital (digital space) kita juga semakin disesaki oleh hoaks, berita bohong atau palsu (fake news), dan ujaran kebencian (hate speech) yang semakin menguatkan kebencian di tengah masyarakat.

Kita berharap Polri bersikap adil, profesional, dan tegas dalam menciptakan ketertiban sosial di ranah siber serta ruang digital, tanpa harus mengorbankan kebebasan sipil, HAM, dan demokrasi kita.

Keenam, meskipun bukan sebagai pemangku kepentingan (stakeholders) utama dalam penanganan pandemi Covid-19, Polri tetap memiliki peran strategis dalam upaya menekan laju penyebaran Covid-19.

Karena itu, penegakan ketertiban sosial di tengah pandemi benar-benar patut terus ditingkatkan.

Terlebih lagi, seminggu terakhir ini rata-rata pertumbuhan orang terinfeksi Covid-19 tembus di angka 11.000-12.000 kasus per hari-bahkan pada 16 Januari sebelumnya sempat menembus angka 14.000 kasus-dengan total positif kini lebih dari satu juta orang.

Angka ini menunjukkan bahwa kondisi pandemi semakin serius dan membutuhkan perhatian serius.

 

Agenda reformasi kultural

Ketujuh, Kapolri yang baru perlu melanjutkan agenda reformasi kultural Polri sebagaimana yang juga dicanangkan oleh kapolri-Kapolri sebelumnya. Selain diharapkan mampu berdampak pada meningkatnya integritas personel dan pejabat tinggi kepolisian, agenda reformasi kultural Polri ini juga diharapkan mampu berpengaruh pada peningkatan layanan publik serta penegakan hukum yang semakin efektif, transparan, dan akuntabel.

Dengan anggaran tahun 2021 sebesar Rp131,643 triliun, wajar jika masyarakat berharap profesionalitas dan integritas Polri semakin kuat ke depan.

Di atas semua itu, masyarakat berharap Kapolri yang baru dapat terus berikhtiar untuk menghadirkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini penting karena keadilan adalah fondasi bagi hadirnya perdamaian. Sebaliknya, ketidakadilan adalah sumber dari semua persoalan bangsa (injustice is the mother of all problems).

Ketika keadilan hadir, setiap gejolak di tengah masyarakat akan mudah kita redam bersama-sama. Sejumlah elemen masyarakat yang saya temui juga sering menyampaikan pesan dan harapan agar Polri mampu berdiri di atas semua kelompok, golongan, dan kepentingan.

Jangan tajam ke ‘bawah’ tapi tumpul ke ‘atas’, juga jangan tajam ke ‘kanan’ tapi tumpul ke ‘kiri’. Lembaga dan personel Polri tidak boleh terjebak ke dalam agenda politik dan kepentingan sempit.

Profesionalitas dan integritas Polri adalah fondasi penting bagi hadirnya Indonesia yang aman dan damai, adil dan sejahtera, serta maju dan mendunia. Selamat bekerja, Jenderal! Jadilah ‘Kapolri untuk semua’.

 

Catatan: artikel dimuat di harian Kompas, Jumat 29 Januari 2021