INDOPOS.CO.ID – Lembaga survei Indo Barometer merilis hasil survei calon presiden terkuat jelang Pilpres 2019. Dalam survei kali ini, Posisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali unggul dengan 34,9 persen di atas Prabowo Subianto yang mendapatkan 12,1 persen suara. Menariknya, nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tiba-tiba melesat dan unggul jika berpasangan dengan Jokowi.
“Dari pertanyaan terbuka calon presiden, awareness (pemahaman) pemilih yang tinggi terhadap Jokowi dengan dukungan 34,9 persen,” ungkap Muhammad Qodari, Direktur Eksekutif Indo Barometer saat memaparkan hasil survei nasional ‘Siapa Penantang Potensial Jokowi di 2019’, di Hotel Atlet Century Park, Minggu (3/12).
Posisi kedua ditempati oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan 12,1 persen. Kemudian diikuti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan 3,6 persen, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok 3,3 persen.
Posisi kelima diisi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo 3,2 persen, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil 2,8 persen, Agus Harimurti Yudhoyono 2,5 persen, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri 2 persen, Kapolri Jenderal Tito Karnavian 1,8 pesen, Presiden PKS Sohibul Iman 1,5 persen.
Qodari menjelaskan, banyak masyarakat yang ingin Jokowi kembali maju menjadi presiden. Hal itu terlihat dari hasli survei sekitar 61,8 persen masyarakat ingin Jokowi maju sebagai presiden dan 23,6 persen tidak ingin Jokowi kembali menjadi orang nomor satu di Indonesia.
Persentase kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi-JK berdasarkan survei ini pun juga sangat tinggi. Sebesar 67,2 persen masyarakat puas dengan kinerja Jokowi-JK dan 28,5 persen merasa tidak puas, 4,3 persen menjawab tidak tahu.
“Tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi sebagai presiden cukup tinggi 67,2 persen. Sedangkan yang tidak puas 28,5 persen. Tidak tahu atau tidak jawab 4,3 persen,” tukasnya.
Sementara, urai Qodari, apabila Jokowi dan AHY dipasangkan akan meraih elektabilitas tertinggi. Duet Jokowi dan putra sulung presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu memiliki nilai elektabilitas sebesar 48,6 persen.
Namun, terangnya, elektabilitas Jokowi menjadi paling kecil jika dipasangkan dengan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Pol) Budi Gunawan, yakni 41,2 persen. Selanjutnya, berdasarkan survei tersebut, elektabilitas Jokowi tidak pernah di bawah 41 persen saat dipasangkan dengan sejumlah nama.
Misalnya, dengan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, hingga mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Moeldoko.
“Jika dipasangkan dengan Gatot Nurmantyo, elektabilitas Jokowi 47,9 persen kontra pasangan calon Prabowo Subianto-Anies Baswedan dengan elektabilitas 19,4 persen,” kata Qodari.
AHY bahkan menjadi cawapres dengan elektabilitas paling tinggi dalam survei Indo Barometer, yakni 17,1 persen, disusul dengan Gatot Nurmantyo di angka 15,9 persen.
“Dan berdasarkan survei, ada lima syarat utama cawapres Jokowi, yakni dari militer, berpengalaman dalam pemerintahan, dekat dengan rakyat, menguasai dunia internasional, dan pintar secara intelektual,” lanjut Qodari.
Rasionalisasi di atas, masih menurut Qodari, karena jumlah pasangan calon presiden dan Wakil presiden pada pemilu 2019 belum bisa ditentukan berapa banyak jumlahnya. Sebab, penentuan pasangan calon masih menunggu hasil judicial review tentang presidential threshold yang masih diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Pada saat ini masih ada sejumlah kemungkinan pasangan calon presiden: A. Sebanyak jumlah Parpol peserta pemilu 2019; B. Lebih dari tiga pasangan; C. 3 pasang; dan D. Pasang capres seperti 2014,” imbuhnya.
Qodari menjelaskan, jika dua pasang calon, maka kubu atau koalisi terdiri dari kubu Jokowi dan kubu satu lagi yang diisi oleh Prabowo Subianto atau calon lain yang di-endorse Prabowo.
“Jika tiga pasang maka kemungkinan terdiri dari kubu Jokowi, Prabowo dan yang dibentuk oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),” ujarnya.
Menurut dia, hal tersebut masih bisa berubah jika Prabowo memilih tidak maju dan kemungkinan siapa yang bakal di-endors Ketua Umum Partai Gerindra tersebut. Hasil survei menyebutkan, kemungkinan nama Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan atau Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo lah yang pantas menantang Jokowi.
Pilihan calon presiden berdasarkan pertanyaan terbuka: Jokowi (34.9%), Prabowo Subianto (12.1%), Anies (3.6%), Basuki Tjahaja Purnama (3.3%), Gatot Nurmantyo (3.2%), Ridwan Kamil (2.8%), AHY (2.5%).
Pilihan calon presiden dengan 16 nama capres (Jokowi+Ketua Parpol+tokoh lainnya) dengan metode pertanyaan tertutup yakni (Jokowi 41.8%), Prabowo (13.6%), Anies (4.5%), AHY (3.3%), Megawati Soekarnoputri (2%), Sohibul Iman (1.5%), Jusuf Kalla (1%) dan seterusnya.
Pilihan calon presiden dengan 6 nama dengan metode pertanyaan tertutup yakni Jokowi (44.9%), Prabowo (13.8%), Anies (6%), AHY (3.5%), Gatot (3.2%), dan JK (1%). Sementara belum memutuskan/rahasia/tidak akan memilih/tidak tahu/tidak jawab sebesar 27.8%.
Pilihan calon presiden dengan 4 nama tanpa Jokowi dengan metode pertanyaan tertutup yakni Prabowo (21.7%), Anies (19.3%), AHY (17%), Gatot (8.8%). Sementara belum memutuskan/rahasia/tidak akan memilih/tidak tahu/tidak jawab (33.4%).
Sementara, kata Qodari, survei mengenai pemilu legislatif 2019, elektabilitas PDIP yang menduduki posisi pertama memperoleh 30,2 persen. Jauh di bawahnya, ada Partai Golkar dengan 12,5 persen. lalu di posisi ketiga yaitu Partai Gerindra dengan 10,8 persen, peringkat keempat ada Partai Demokrat dengan 7,7 persen, dan posisi kelima PKB dengan 6 persen.
“Pilihan partai politik tertinggi masih PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat. Kurang lebih masih sama dengan Pemilu 2014, tapi persentasenya sebagian besar menurun,” kata Qodari.
Bila dibandingkan hasil masing-masing partai pada pemilu legislatif 2014. Hasilnya, PDIP yang menjadi pemenang pada 2014 lalu mendapat 18,95 persen dan sekarang naik 11,25 persen menjadi 30,2 persen.
Berbeda dengan parpol lainnya yang sebagian besar menurun, seperti Partai Golkar turun dari 14,75 persen (2014) menjadi 12,3 persen (2017), sedangkan Partai Gerindra juga turun dari 11,81 persen (2014) menjadi 10,8 persen (2017).
Qodari menyebut, tokoh dari masing-masing parpol memiliki peranan besar dalam menentukan popularitas partai. “Apa alasan memilih partai? Karena suka dengan tokohnya, partainya nasionalis. Kita lihat tokoh figurnya, Jokowi dari PDIP, Gerindra ada Prabowo,” ujar Qodari.
Dalam survei, alasan memilih parpol paling teratas karena suka dengan tokoh partainya yakni sebesar 18,6 persen. Posisi kedua karena alasan partai nasionali dengan 15,2 persen, ikut keluarga dengan 11,9 persen, dan alasan pilihan sejak dulu dan partai agami memiliki persentase sebesar 9,6 persen.
Survei ini dilakukan sejak 15-23 November 2017 dengan margin of erorr kurang lebih 23,83 persen dan 95 persen tingkat kepercayaan. Metode penelitian multistage Random Sampling pada 1200 responden dengan usia minimal 17 tahun atau sudah menikah di 34 provinsi. Data survei diambil dengan berwawancara tatap muka responden menggunakan kuesioner. (aen)
SUMBER : http://indopos.co.id/read/2017/12/03/118888/duet-jokowi-ahy-paling-diinginkan
Leave A Comment