Hujan rintik-rintik masih turun di Desa Bangilan, Tuban Selatan. Seorang lelaki bertubuh tinggi dan badan padat terisi berdiri sambil menatap tajam kearah rombongan kendaraan yang mendekat. Rambutnya ikal gondrong tangannya terlihat berotot dan dihiasi gelang akar bahar. Di sekitarnya ratusan warga juga menanti.
Sesaat kemudian rombongan kendaraan itu berhenti. Saat pintu kendaraan dibuka, mendadak sontak tua dan muda, laki-laki dan perempuan bersorak riuh, diiringi bunyi hadrah saat sosok yang mereka tunggu-tunggu turun: Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Lelaki bergelang akar bahar itu tersenyum dan ikut menyalami AHY.
Mengenakan kaos biru lengan panjang, AHY dengan berseri-seri menyambut uluran tangan warga yang ingin berjabatan serta melayani keinginan mereka untuk selfie. AHY berjalan perlahan diiringi kerumunan warga menuju tempat tuan rumah. Di sebelah kiri jalan tampak ada rumah panggung berbahan bambu sebagai lokasi belajar. Menjelang mendekati rumah disebelah kiri terlihat patung garuda dibelit naga diantara dua karang. Konon kabarnya patung kayu ini diukir dari sebongkah potongan kayu jati berusia 15 tahun dan dikerjakan selama 4 tahun.
Di halaman pendopo rumah tampak berdiri Murjoko Sahid (38 tahun), tokoh pemuda Tuban yang mengundang AHY datang ke pesanggrahannya ini.
“Selamat datang mas AHY ditempat kami yang sederhana ini,” sambut Sahid, “Terima kasih sudah berkenan menemui kami orang-orang desa ini”
“Berkat rencana Tuhan kita dipertemukan sore menjelang maghrib di sini”, kata AHY, “Saya berterima kasih dan terharu atas sambutan warga yang luar biasa ini,”
Walaupun tikar dan alas duduk sudah digelar di halaman depan yang cukup luas, rencana untuk ngobrol santai bersama warga urung dilakukan karena hujan makin lebat. Sahid mengajak AHY dan sejumlah pemuda lainnya untuk masuk ke dalam rumah, duduk di kursi-kursi jati yang kelihatannya belum lama digunakan. Dalam obrolan ringan, Sahid mengungkapkan kekagumannya atas aktivitas politik AHY yang selama ini dia ikuti melalui media massa maupun media sosial. “Alhamdulillah sekarang saya bisa langsung ketemu dengan orangnya,” kata Sahid kepada warga yang ikut berkerumun di dalam rumah, “Orangnya memang ganteng, pinter dan ramah lagi”.
AHY sendiri bercerita tentang perjalanannya keliling nusantara selama ini terutama beberapa perjalanannya, terakhir AHY baru tiba dari Sulawesi Selatan, sehari sebelumnya.
Karena hujan sudah reda Sahid mengajak AHY untuk keluar menemui ratusan warga yang tetap bertahan walaupun tadi sempat diguyur hujan lebat. Di depan mereka Sahid membacakan puisi yang ia tulis khusus buat AHY.
Mas Agus harimurti
Pada diri ksatria sejati
Pada jiwa2 yang merdeka
Pantang diam berpangku tangan
menangisi kegelapan
Sembunyi dari kesaksian
AHY terlihat sumringah. “Saya menyadari sepenuh hati tempat seorang pemimpin adalah di tengah-tengah masyarakat. Insyaallah, lewat puisi pesan moral yang dibacakan menjadi dukungan yang kami butuhkan dan Insyaallah akan kami perjuangan aspirasi warga sekalian semoga sehat walafiat,” ungkap AHY
Murjoko Sahid (38 tahun), salah satu tokoh pemuda di Desa Bangilan, yang juga seorang seniman ukir jati dan ulama. Ia memiliki latar belakang yang unik, semasa kecil, Ayahnya melarang Sahid sekolah dan membakar buku maupun pakaian sekolahnya. Sahid pun tumbuh dengan watak yang keras dan sempat dipenjara karena memenggal kepala preman di kampungnya.
Keluar dari penjara, alih-alih mencari kerja Sahid menghabiskan waktu selama delapan bulan untuk membaca buku-buku di toko buku, Kwitang, Pasar Senen. Ia pun mengaku telah membaca sekitar 25 ribu dengan berbagai topik termasuk politik dan hubungan internasional. Kembali ke kampung halamannya, Sahid menekuni seni ukir jati dan membuka rumahnya untuk kegiatan masyarakat terutama anak muda dan wanita. Setiap 35 hari ia mengadakan pengajian khusus untuk mantan preman dan napi dirumahnya, tamu yang hadirpun biasanya hampir 700-an orang.
Leave A Comment