Momentum Hari Kebangkitan Nasional yang kita peringati setiap tanggal 20 Mei, selalu menyisipkan pesan penting tentang makna kegigihan dan menjaga spirit perjuangan agar mampu bangkit dari keterpurukan.

Secara historis, momentum 20 Mei merupakan tonggak berdirinya organisasi Boedi Oetomo tahun 1908. Pada 1948, saat bangsa Indonesia menghadapi agresi militer Sekutu dan pergolakan politik internal, Presiden Soekarno dan Ki Hajar Dewantara mencoba kembali mengingatkan kita pada entitas organisasi Boedi Oetomo yang merepresentasikan pentingnya kekuatan moderat, nasionalis, dan jalan tengah, yang menjadi simbol pemersatu dan kebangkitan pergerakan nasional. Karena itu, keberadaan Boedi Oetomo diposisikan sebagai titik temu atas semua perbedaan ideologi, identitas dan cara pandang kebangsaan yang berkembang pada masa awal kemerdekaan.

Karena itu, pesan penting dari peringatan kebangkitan nasional terletak pada komitmen menjaga persatuan, agar seluruh elemen bangsa tidak terfragmentasi, tidak terpecah belah, mampu bersatu, dan saling menguatkan untuk bangkit dari keterpurukan. Substansi pesan kebangkitan nasional itu seolah kembali menemukan signifikansi dan relevansinya saat ini.

Sebagaimana kita tahu, sejak setahun terakhir, bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan besar berupa pandemi Covid-19 telah berdampak serius terhadap kondisi sosial-ekonomi bangsa ini. Rumusan kebijakannya jelas, bahwa efektivitas penanganan pandemi menjadi kunci bagi agenda pemulihan kondisi sosial-ekonomi. Karena itu, selain harus terus mengintensifkan upaya menekan penyebaran pandemi, kini negara juga terus mengintensifkan gerakan vaksinasi.

Namun, kita menghadapi kendala kecepatan vaksinasi. Kita tahu, pemerintah melalui Kemenkes tengah berusaha menggenjot proses vaksinasi massal Covid-19 sejak awal tahun 2021. Data vaksinasi per 17 Mei 2021 menunjukkan, Indonesia telah menyasar sekitar 13,8 juta warga, dari target sasaran mencapai 181,5 juta warga bangsa. Artinya, selama lima bulan terakhir ini, kita baru menjangkau sekitar 7,6 % dari total target sasaran. Sehingga butuh kerja keras kita semua untuk mendorong pemerintah agar segera mampu mencapai target yang telah ditentukan.

Selain itu, kecepatan proses vaksinasi ke depan akan sangat dipengaruhi oleh pasokan vaksin dan juga kualitas efikasi vaksin itu sendiri. Kita tahu, munculnya gelombang kedua atau ketiga di sejumlah kawasan laiknya Eropa seperti di Jerman dan Belanda, atau Amerika Latin khususnya di Chili dan Brazil, serta di kawasan Asia sebagaimana terjadi di India, Filipina, Malaysia, dan juga Singapura. Akibatnya, pasokan vaksin menjadi berkurang signifikan karena harus memasok kebutuhan negara-negara yang tengah menghadapi situasi kritis.

Kinerja Ekonomi
Situasi ini berpotensi mempengaruhi kinerja ekonomi nasional ke depan. Akibatnya, meskipun belanja pemerintah (government spending) telah berusaha digenjot lewat program-program bantuan sosial dan penyelamatan ekonomi nasional, namun daya beli masyarakat, konsumsi rumah tangga, arus investasi dan neraca perdagangan masih mengalami tekanan. Kondisi ini berimplikasi pada masih terbatasnya jumlah lapangan kerja, meningkatnya angka pengangguran, angka kemiskinan dan juga level ketimpangan sosial. Pada saat yang sama, tekanan ekonomi ini juga berdampak pada melemahnya likuiditas sejumlah korporasi besar nasional, tak terkecuali sejumlah BUMN kita.

Untuk menghadapi semua ini, kebersamaan seluruh elemen bangsa menjadi kunci bagi kita untuk keluar dari krisis pandemi. Situasi krisis seperti ini menghendaki kita untuk saling mendukung, saling menguatkan, dan juga saling mengingatkan, agar setiap kebijakan yang ditempuh benar-benar tepat sasaran dan mampu menjadi solusi terbaik bagi pemulihan kondisi sosial-ekonomi bangsa. Karena itu, semangat kebangkitan nasional harus tetap kita jaga guna merawat spirit persatuan agar kita mampu bangkit dari keterpurukan.

Ke depan, dengan spirit kebangkitan nasional, kita semua seluruh warga bangsa harus ikut mendorong hadirnya semangat kolektivitas dan juga keterbukaan, agar bangsa Indonesia segera mampu bangkit dari tekanan pandemi ini. Belajar dari keberhasilan sejumlah negara maju dalam menangani krisis ini, dibutuhkan pola pendekatan yang jujur, empatik dan terbuka terhadap publik mengenai berbagai informasi, data dan risiko terkait pandemi.

Kita dan seluruh elemen masyarakat sipil diharapkan benar-benar mampu mengawal dan mengawasi jalannya program-program tersebut. Adanya praktik korupsi dana Bansos hendaknya menjadi pelajaran bagi kita untuk mengawal program-program ini menjadi lebih transparan dan akuntabel. Untuk menopang hadirnya tata kelola pemerintahan yang bersih dan efektif di tengah krisis seperti ini, maka perangkat-perangkat demokrasi harus difungsikan dengan baik. Karena itu, kebebasan sipil tidak boleh dilemahkan, agar proses checks and balances bisa berjalan optimal. Dengan semangat Boedi Oetomo yang moderat, sarat makna persatuan dan spirit kegotongroyongan dari seluruh elemen bangsa, saya yakin Indonesia mampu segera bangkit dari tekanan krisis pandemi Covid-19 ini. *

Oleh Agus Harimurti Yudhoyono
Ketua Umum Partai Demokrat

Catatan: Artikel dimuat di koran Suara Merdeka, Jumat 21 Mei 2021